Memasuki bulan Ramadan ini, tepat sembilan bulan Muhammad Khamim Setiawan (29) meninggalkan kediamannya. Khamin merupakam pemuda asal Desa Rowokembu RT 11 RW 3 Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Bukan pergi untuk merantau bekerja ataupun menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tapi ada yang lebih mulia dari kepergian itu, yakni niat menunaikan ibadah haji.
Khamim yang juga sarjana jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini berpamitan dengan keluarganya untuk pergi haji ke Mekkah, Arab Saudi. Dia ke Tanah Suci dengan berjalan kaki.
Bahkan, di awal bulan Ramadan 1438 H ini langkah perjalanan kedua kaki Khamim sudah sampai ke perbatasan negara timur tengah yakni, antara Dubai-Uni Emirat Arab.
"Alhamdullilah anak saya (Khamim) sudah sampai ke timur tengah. Pekan lalu ngabarin katanya sudah sampai Abu Dhabi. Ya kemungkinan diawal bulan Ramadan ini sudah dekat ke Uni Emirat Arab," ucap Saofani Solichin (73), ayah Khamim di kediamanya, Jumat 26 Mei 2017 sore.
Meskipun sudah berusia lanjut, Kakek Saofani masih terlihat sehat dan bugar. Sembari duduk di teras rumah, ia pun bersedia bercerita kepada Liputan6.com tentang anak bungsunya yang pergi haji dengan berjalan kaki itu.
Awalnya, sebelum memutuskan untuk berhaji dengan berjalan kaki menuju Mekkah, Khamim pernah beberapa kali mondok di Pondok Pesantren (Ponpes) diberbagai tempat seperti, Cirebon, Banten. dan Jember. Itu dilakukan setelah lulus sarjana pada tahun 2009/2010,
Sekitar tiga tahun lamanya menjadi santri di sana, Khamim mulai melakukan istikharah dan memperdalam ilmu agamanya dengan sejumlah ulama ataupun kyai.
Keinginan Khamim pertama kali untuk menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki itu, sebenarnya sudah muncul sejak kuliah di Unnes, sekitar tahun 2008.
Saofani mengatakan, di mata para kerabatnya, Khamim memang dikenal sebagai pemuda yang taat beribadah dan aktif dalam kegiatan keagamaan sejak duduk di perkuliahan.
"Saya masih ingat betul pertama kali dia (Khamim) bilang ingin sekali berhaji pada saat masih kuliah. Ya mungkin di tahun 2008, saat itu saya hanya menjawab itu keinginan yang bagus. Yang penting kuliahnya diselesaikan dulu baru berhaji," ucap Saofani.
Usai lulus kuliah dan menjadi sarjana ekonomi, Khamim sempat berwirausaha dengan membuat alat dan tempat pengolahan plastik. Namun, usahanya itu hanya bertahan beberapa bulan dan akhirnya berhenti.
"Dulu memang sempat punya usaha itu, tapi nggak bertahan lama. Mungkin kurang cocok saja sama dia, ya bisa dikatakan gagal," kata Saofani.
Khamim pun kemudian memilih untuk memperdalam ilmu agama. Ia kemudian mulai mendatangi sejumlah ponpes guna memperlancar keinginannya beribadah haji..
"Setelah usahanya gagal, sebenarnya sudah beberapa kali saya dampingi Khamim untuk mencari pekerjaan. Tapi anaknya tetap teguh ingin memperdalam agama dan mempersiapkan diri untuk berhaji itu. Ya sudah saya tidak memaksa lagi untuk mencari pekerjaan," katanya.
Selama menjadi santri, Khamim memiliki banyak teman yang tinggal di sejumlah negara, yakni, Malaysia, India, dan Mesir.
Maka tak heran, kini kemampuan Khamim dalam berbahasa Arab secara fasih didapatkannya belajar melalui teman-temannya itu.
Bukan pergi untuk merantau bekerja ataupun menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Tapi ada yang lebih mulia dari kepergian itu, yakni niat menunaikan ibadah haji.
Khamim yang juga sarjana jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini berpamitan dengan keluarganya untuk pergi haji ke Mekkah, Arab Saudi. Dia ke Tanah Suci dengan berjalan kaki.
Bahkan, di awal bulan Ramadan 1438 H ini langkah perjalanan kedua kaki Khamim sudah sampai ke perbatasan negara timur tengah yakni, antara Dubai-Uni Emirat Arab.
"Alhamdullilah anak saya (Khamim) sudah sampai ke timur tengah. Pekan lalu ngabarin katanya sudah sampai Abu Dhabi. Ya kemungkinan diawal bulan Ramadan ini sudah dekat ke Uni Emirat Arab," ucap Saofani Solichin (73), ayah Khamim di kediamanya, Jumat 26 Mei 2017 sore.
Meskipun sudah berusia lanjut, Kakek Saofani masih terlihat sehat dan bugar. Sembari duduk di teras rumah, ia pun bersedia bercerita kepada Liputan6.com tentang anak bungsunya yang pergi haji dengan berjalan kaki itu.
Awalnya, sebelum memutuskan untuk berhaji dengan berjalan kaki menuju Mekkah, Khamim pernah beberapa kali mondok di Pondok Pesantren (Ponpes) diberbagai tempat seperti, Cirebon, Banten. dan Jember. Itu dilakukan setelah lulus sarjana pada tahun 2009/2010,
Sekitar tiga tahun lamanya menjadi santri di sana, Khamim mulai melakukan istikharah dan memperdalam ilmu agamanya dengan sejumlah ulama ataupun kyai.
Keinginan Khamim pertama kali untuk menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki itu, sebenarnya sudah muncul sejak kuliah di Unnes, sekitar tahun 2008.
Saofani mengatakan, di mata para kerabatnya, Khamim memang dikenal sebagai pemuda yang taat beribadah dan aktif dalam kegiatan keagamaan sejak duduk di perkuliahan.
"Saya masih ingat betul pertama kali dia (Khamim) bilang ingin sekali berhaji pada saat masih kuliah. Ya mungkin di tahun 2008, saat itu saya hanya menjawab itu keinginan yang bagus. Yang penting kuliahnya diselesaikan dulu baru berhaji," ucap Saofani.
Usai lulus kuliah dan menjadi sarjana ekonomi, Khamim sempat berwirausaha dengan membuat alat dan tempat pengolahan plastik. Namun, usahanya itu hanya bertahan beberapa bulan dan akhirnya berhenti.
"Dulu memang sempat punya usaha itu, tapi nggak bertahan lama. Mungkin kurang cocok saja sama dia, ya bisa dikatakan gagal," kata Saofani.
Khamim pun kemudian memilih untuk memperdalam ilmu agama. Ia kemudian mulai mendatangi sejumlah ponpes guna memperlancar keinginannya beribadah haji..
"Setelah usahanya gagal, sebenarnya sudah beberapa kali saya dampingi Khamim untuk mencari pekerjaan. Tapi anaknya tetap teguh ingin memperdalam agama dan mempersiapkan diri untuk berhaji itu. Ya sudah saya tidak memaksa lagi untuk mencari pekerjaan," katanya.
Selama menjadi santri, Khamim memiliki banyak teman yang tinggal di sejumlah negara, yakni, Malaysia, India, dan Mesir.
Maka tak heran, kini kemampuan Khamim dalam berbahasa Arab secara fasih didapatkannya belajar melalui teman-temannya itu.