Mengapa Tiba-tiba Pria Ini Tak Mau Lagi jadi Imam Salat di Masjid. Berikut Penjelasanya.

Tiga terduga anggota jaringan teroris pengebom Terminal Kampung Melayu rata-rata tertutup. Ada yang namanya sampai tak dikenali meski mengontrak di rumah yang ditinggali sekarang sejak bujangan.
https://i1.wp.com/postshare.co.id/wp-content/uploads/2017/05/entah_mengapa_tiba_tiba_tak_mau_lagi_jadi_imam_salat_di_masjid_00.jpg?w=640
DI depan rumah berpagar bambu yang telah lapuk itu, belasan polisi berhenti berlari. Mereka bersenjata lengkap, dilengkapi helm dan penutup muka.
Tiba-tiba dari arah rumah di Jalan Ranca Sawo RT 1, RW 21, Margasari, Buah Batu, Bandung, itu seorang perempuan bercadar yang menggandeng seorang anak keluar dengan cepat.
Dia setengah berteriak, dilanjutkan dengan suara tangis, sembari berjalan menuju gang tepat di sebelah rumahnya. Belasan polwan berpakaian batik lalu mendampinginya.
Bergegas perempuan itu masuk ke sebuah rumah yang berjarak 20 meter di belakang kediamannya. Polisi lalu membuat barikade untuk mencegah siapa pun mengikutinya. Hanya perempuan itu, anaknya, dan polwan.
Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombespol Yusri Yunus yang berada di lokasi menjelaskan, perempuan tersebut merupakan istri salah seorang terduga jaringan pelaku pengeboman Terminal Bus Transjakarta Kampung Melayu yang berinisial WS.
”Biarkan perempuan itu ditemani polwan,” ujarnya.
Densus 88 Antiteror dan Polda Jawa Barat kemarin memang menangkap terduga jaringan pelaku bom yang menewaskan tiga personel polisi tersebut.
Mereka adalah WS, AK alias AD, dan JIS. Sedangkan dua pelaku bom bunuh diri pada Rabu malam lalu (24/5) itu adalah Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukir yang sama-sama berasal dari Bandung.
Peran ketiganya masih diperiksa. ”Nanti ya perannya, saat ini kami sedang mencari barang bukti lainnya,” tuturnya.
Kehadiran polisi di rumah WS itu otomatis menjadi tontonan warga. Ada yang berdiri berkelompok di belakang garis polisi. Ada yang melihat dari sebuah poskamling.
Salah seorang tetangga WS yang bernama Saeroji, 53, mengaku tinggal empat rumah dari rumah yang sedang digerebek tersebut. ”Itu rumah saya, warna krem, empat rumah dari sini,” paparnya.
Tapi, saat ditanya nama penghuni rumah yang digerebek polisi, Saeroji malah mengaku tidak tahu. ”Namanya siapa ya? Saya nggak tahu,” ucap dia.
Menurut Saeroji, sehari-hari penghuni rumah yang digerebek tersebut jarang bergaul. Orang itu hanya sering di rumah, menjual mainan.
”Saya jarang bertemu dia,” papar Saeroji saat ditemui di poskamling yang berada tepat di depan rumah yang digerebek.
Saeroji mengatakan, di kampung tersebut memang tidak ada aktivitas warga yang signifikan. Arisan, pengajian, atau gotong royong jarang digelar.
Vera Wati, tetangga sebelah rumah WS, mengaku mengenal WS sejak masih bujangan hingga beristri dan punya dua anak. ”Dulu dia mengontrak di rumah saya ini. Tapi karena dibangun, ya pindah ke sebelah itu,” ujarnya.
Saat masih muda dan bujang, WS cukup ramah kepada tetangga. Kerap kali menyapa kalau bertemu. Juga jarang sekali telat membayar uang kontrakan.
”Dari dulu memang berjualan mainan saja,” tuturnya.
Setelah menikah sekitar lima tahun lalu, WS juga masih tidak berubah. Saat bulan puasa, biasanya dia ikut salat Tarawih berjamaah di masjid kampung.
”Tapi, Ramadan tahun lalu dia mulai tidak pernah Tarawih di masjid kampung lagi,” ungkapnya.
Setahun lalu itu pula mulai terasa ada perubahan pada sikap WS. ”Saat itu, setahu saya, dia mengaku ikut pengajian di luar. Tapi, saya nggak tahu pengajian apa,” tuturnya.
WS mulai menjadi lebih pendiam dan jarang bergaul. Sejak itu pula istri WS mengenakan cadar.
Dari rumah WS, polisi kembali bergerak menuju Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. Dengan menggunakan belasan kendaraan yang beriringan, mereka meluncur. Setiba di Jalan Raya M. Toha, polisi masuk ke sebuah gang.
Sekitar 100 meter kemudian, terdapat rumah dengan perahu usang yang teronggok di depannya. Polisi masuk ke rumah itu. ”Ini rumah terduga berinisial AK alias AD ya,” ujar Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombespol Yusri Yunus.
Rindi, tetangga AK yang tinggal tepat bersebelahan, mengaku tidak mengenal dengan baik AK. Yang dia ketahui, AK hanya berjualan karpet. ”Dia suka beli jajanan di warung saya, tapi ngobrol seperlunya saja,” paparnya.
Sepengetahuan dia, AK memiliki satu istri dan satu anak yang berusia sekitar empat tahun. ”Anaknya malah menjadi teman main anak saya. Tapi, saya nggak begitu kenal orang tuanya,” tutur dia.
Beberapa kali Rindi melihat kumpulan semacam kelompok pengajian di rumah AK. Namun, orang-orang yang hadir tidak berasal dari kampung tersebut. ”Orang luar dan sangat pendiam, tidak menyapa saya. Nggak ada urusan lah,” katanya.
Tidak lama kemudian, polisi berpindah lokasi. Ternyata, polisi tidak menemukan istri dan anak AK. ”Kita ke rumahnya yang lain,” ujar Yusri sembari berjalan cepat.
Di rumah lain yang berjarak 5 km dari rumah pertama itu, istri dan anak AK ditemukan. Mereka kemudian dimintai keterangan oleh sejumlah polwan. Karena tidak banyak yang diungkap, polisi langsung kembali meluncur ke lokasi lain.
Kali ini menuju Kampung Bangkok, Pada Asih, Cisarua Kabupaten Bandung. Setelah satu jam perjalanan, tibalah rombongan di Kampung Bongkok.
Sebuah rumah dua lantai dengan warna cat kombinasi kuning dan ungu langsung digaris polisi. Rumah tersebut milik terduga pelaku bom Kampung Melayu yang berinisial JIS.
Tepat di depan rumah tersebut, terdapat sebuah bengkel. Pemilik bengkel yang bernama Efendi mengaku tidak begitu mengenal JIS. ”Jarang keluar orangnya,” ujarnya.
Menurut dia, JIS bekerja sebagai pengusaha konfeksi. Di dalam rumah itu, usaha konfeksi tersebut dijalankan. ”Bikin kerudung itu,” ujarnya.
Beberapa tahun lalu JIS memang sangat ramah kepada warga. Bahkan, dia kerap menjadi imam di masjid kampung.
Namun, sekitar setahun belakangan JIS menolak untuk menjadi imam kampung. ”Entah kenapa,” kata dia.
Sementara itu, Suherman, tetangga JIS, mengaku tidak mengenal pengusaha konfeksi tersebut. Dia membenarkan bahwa sebelumnya JIS memang merupakan imam di masjid. Tapi, entah mengapa dia tidak lagi menjadi imam.
Yusri menambahkan, dari tiga penggerebekan itu, diketahui pelaku begitu tertutup dengan masyarakat dan lingkungannya.
Karena itu, sebenarnya keaktifan masyarakat untuk saling mengenal dan melihat bila ada orang baru menjadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya kejahatan.
”Kami berharap masyarakat lebih aktif mengenali lingkungannya,” ucap dia.